I. PENDAHULUAN
Waktu persalinan adalah salah
satu momen paling mendebarkan bagi seorang wanita. Karena momen ini merupakan
bagian dari jihad teragung kaum wanita. Di mana seorang wanita yang meninggal
saat melahirkan bahkan termasuk golongan manusia yang mati syahid (HR. Abu
Dawud dan Ahmad). Setelah momen ini, seorang wanita akan memulai lembaran baru dikehidupannya
menjadi seorang ibu yang mempunyai kewajiban mendidik buah hatinya. Dan
sebaik-baik pendidikan untuk anak adalah dengan pendidikan agama.
Ternyata, momen penting ini
pun tak lepas dari perhatian syariat karena pada saat persalinan seorang wanita
akan mengeluarkan darah nifas. Sebagaimana haid dan istihadhah, darah nifas
termasuk jenis darah yang biasa terjadi pada wanita. Oleh karena itu, penting bagi
kita hendaknya mengetahui hukum-hukum seputar darah yang keluar ketika bersalin
(nifas).
A. Pengertian Nifas
Nifas adalah
darah yang keluar dari rahim wanita bersamaan dengan proses persalinan atau
dihari – hari sesudahnya. Jika keluarnya
sebelum proses persalinan, maka darah tersebut bukanlah darah nifas, melainkan
darah istihadhah[1].
Yang demikian ini merupakan kesimpulan dalam madzhab Maliki.
Menurut madzhab
Hambali, nifas adalah darah yang keluar lantaran proses persalinan, termasuk
juga darah yang keluar 2 atau 3 hari sebelum persalinan yang disertai adanya
sakit hendak melahirkan.
Menurut madzhab
Hanafi dan Syafi’i, nifas adalah yang keluar sesudah proses persalinan,
sehingga darah yang keluar persamaan dengan proses persalinan atau sebelumnya
tidak dikategorikan darah nifas.
Adapun menurut pakar medis, nifas adalah masa-masa seusai
proses persalinan dimana rahim dan alat reproduksi wanita secara bertahab mengalami pemulihan ke keadaan
alamiahnya seperti keadaannya semula disaat sebelum terjadinya kehamilan.
Terdapat perbedaan yang mencolok mengenai definisi nifas
antara defenisi yang diberikan oleh beberapa fuqoha’ dan para pakar
medis.nampaknya perbedaan ini bermula
dari sisi pandang yang saling berbeda antara
pihak satu dengan yang lain; sebab masing- masing dari keduanya
sama-sama memiliki poin perhatian yang tidak dimiliki oleh pihak lainnya dan
apa yang di maui oleh pihak satu dengan yang dengan yang lain ternyata tidak
sama Dan ini berjalan sesuai dengan kepentingan yang dituntut dari masing-masing kedua belah pihak.
Para fuqoha’ mengaitkan nifas dengan darah dan sejumlahnya
sekresi yang ada hubungannya dengan hukum fiqih dalam masalah ibadah dan
mu’amalah. Sementara para pakar medis mengaitkan nifas dengan kondisi kesehatan
dan fisiologi rahim wanita dan alat reproduksinnya secara umum. Dampak positif
dari keduanya sama-sama memberikan indikasi penting jika kondisi orang yang
nifas mengalami suatu yang sampai pada tingkat membahayakan, lebih-lebih jika
sampai terjadi demam tinggi pasca persalinan atau terjadi pendarahan yang
hebat.
Dengan demikian, perbedaan defenisi nifas antara antara
fuqoha’ dan pakar medis adalah perbedaan sudut pandang yang berawal dari perbedaan
dalam hal menentukan batasan-batasan memilih hujjah, atau memberi defenisi.
Selain itu, darah
yang keluar dari rahim baru disebut dengan nifas jika wanita tersebut
melahirkan bayi yang sudah berbentuk manusia. Jika seorang wanita mengalami
keguguran dan ketika dikeluarkan janinnya belum berwujud manusia, maka darah
yang keluar itu bukan darah nifas. Darah tersebut dihukumi sebagai darah
penyakit (istihadhah) yang tidak menghalanginya dari shalat, puasa dan ibadah
lainnya.
Perlu diketahui bahwa waktu tersingkat janin berwujud
manusia adalah delapan puluh hari dimulai dari hari pertama hamil. Dan sebagian
pendapat mengatakan sembilan puluh hari yaitu 3 bulan.
Sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu,
bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada kami,
dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang benar dan yang
mendapat berita yang benar, “Sesungguhnya seseorang dari kalian dikumpulkan
penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, kemudian
menjadi ‘alaqah seperti itu pula, kemudian menjadi mudhghah seperti itu pula.
Kemudian seorang malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan
diperintahkan kepadanya untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya,
ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut Ibnu Taimiyah, “Manakala seorang wanita mendapati
darah yang disertai rasa sakit sebelum masa (minimal) itu, maka tidak dianggap
sebagai nifas. Namun jika sesudah masa minimal, maka ia tidak shalat dan puasa.
Kemudian apabila sesudah kelahiran ternyata tidak sesuai dengan kenyataan (bayi
belum berbentuk manusia-pen) maka ia segera kembali mengerjakan kewajiban.
Tetapi kalau ternyata demikian (bayi sudah berbentuk manusia-pen), tetap
berlaku hukum menurut kenyataan sehingga tidak perlu kembali mengerjakan
kewajiban.” (kitab Syarhul Iqna’)
Secara ringkas dapat disimpulkan beberapa hal untuk
mengenali darah nifas:
- Nifas adalah darah yang keluar dari rahim disebabkan melahirkan, baik sebelum, bersamaan atau sesudah melahirkan.
- Disertai dengan tanda-tanda akan melahirkan (seperti rasa sakit, dll) yang diikuti dengan proses kelahiran.
- Bayi yang dilahirkan/ dikeluarkan sudah berbentuk manusia (terdapat kepala, badan dan anggota tubuh lain seperti tangan dan kaki, meskipun belum sempurna benar).
B. Lamanya Masa Nifas
Darah nifas akan terus menerus keluar dalam rentang waktu
antara 3 hingga 4 minggu, namun ada juga yang berlansung hingga 40 hari atau
lebih. Adapun pada umumnya,rata-rata selama 5 hari terjadi dan lamanya nifas
ini akan semakin bertambah jika sang ibu tidak menyusui ASI terhadap bayinya.
Mazdhab Maliki dan Syafi’i
berpendapat bahwa kebanyakan lamanya masa nifas itu 60 hari. Mazdhab Hanafi
berpendapat bahwa kebanyakan lamanya masa nifas itu 40 hari.
Adapun mengenai batasan minimalnya, semua fuqoha’ selain madzhab syafi’i
sendiri berpendapat bahwa batasan minimalnya adalah dalam waktu yang sebentar.
Menurut pendapat yang rajih, tidak
ada batasan minimal lamanya masa nifas, sehingga bisa saja jika terjadinya
nifas dalam waktu yang sesaat atau sebentar. Selanjutnya jika darah telah
berhenti dan tidak mengalir lagi, atau seorang wanita menjalani proses persalinan
tanpa mengeluarkan darah[2],
maka hukum yang berlaku atasnya adalah hukum suci sehingga dia berkewajiban menjalankan shalat, puasa, dan ibadah lainnya.
Begitu pula mengenai
maksimalnya, juga tidak ada batasannya menurut pendapat yang sahih; sebab tidak
ada nash al-Qur’an maupun sunnah yang menjelaskannya. Semua Hadits utama
yang dijadikan sandaran dalam hal ini
pun juga berpredikat dha’if, yakni yang diriwayatkan dari Mussah Al- azdiyyah dari Ummu Salamah yang berkata:
كَانَتِ
النُّفَسَاءُتَجْلِسُ عَلىَ عَهْدِ رَسُوْلِ الله صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وسلم
أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا
“Adalah para wanita nifas di zaman Rasulullah tidak mengerjakan
sholat selama 40 hari.” (HR. Lima Ahli
Hadits kecuali Nasa’i)
Dalam sanad hadits ini
terdapat seorang rawi bernama Mussah Al-
azdiyyah, seorang yang dinilai berprediket majhulatul hal, tidak dikenal, dan
hadits yang diriwayatkannya tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
para pengkritik hadits yang tsiqah
(terpercaya). Dan sekiranya penilaian keshahihan hadits ini mengharuskan kami
untuk berdiskusi, maka kemungkinan jawabannya adalah dari berbagai segi:
Pertama, isi hadits ini
dibawa kepada makna yang sesuai dengan kejadian pada umumnya.
Kedua, isi hadits ini hanya
berlaku untuk sejumlah kaum wanita secara khusus. Dalam riwayat Abu Dawud
disebutkan :
كَانَتِ المَرْأة
مِنْ نِسَاءِ النَّبي صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وسلم تَقْعُدُ في النفاس أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“ Adalah
salah seorang dari istri-istri Nabi shalallohu ‘alaihi wassalam
duduk (tidak mengerjakan sholat dan
ibadah lain yang kedudukan hukumnya sama) selama 40 malam.”
Hanya
saja telah diketahui bahwa matan riwayat
ini berpredikat mungkar; sebab diantara istri-istri Nabi shalallohu ‘alaihi
wassalam itu tidak ada seorangpun yang mengalami nifas disaat menjadi istri beliau selain khodijah, sementara
pernikahan beliau dengannya berakhir sebelumhijrah. Dengan demikian, ucapan
Ummu salamah diatas tidak memiliki
faedah _meski sahih_ yang menyatakan bahwa salah seorang istri Nabi mengalami
nifas selama 40 hari.
Ketiga,
hadits tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dalil’ sebab telah menafikan masa
nifas lebih dari 40 hari; sedang hadits tersebut hanya ditetapkan adanya 40
hari.
Dengan
demikian, maka yang mu’tamad (bisa dijadikan sandaran atau patokan) dalam hal
lamanya masa nifas adalah apa yang sesuai dengan relita, dimana lamanya masa
nifas itu bisa sebentar dan bisa lama. Karenanya, kapan saja darah nifasnya
terhenti dan tidak mengalir lagi maka ketika itulah wanita yang bersangkutan kembali terbebani
kewajiban sebagaimana wanita-wanita suci lainnya, seperti kewajiban sholat, puasa,
dan yang lainnya. Dan kapan saja darahnya masih mengalir dan belum berhenti, maka
ketentuan yang berlaku atasnya sebagaimana ketentuan yang berlaku atas wanita
yang sedang mengalami haid atau nifas. Sebab yang namanya hukum (ketentuan) itu
berlaku sesuai illatnya (dalam hal ini illatnya adalah darah nifas) baik keberadaannya maupun ketidak beradaannya. Artinya, jika
illatnya ada maka hukumnya ada ( berlaku) dan jika illatnya tidak ada maka
hukumnya tidak berlaku[3].
C. Masa Nifas Menurut Ilmu Kedokteran
Masa nifas (puererium) adalah masa pulih
kembali, mulai daripersalinan selesai sampaialat-alat kandungan kembali seperti pra kehamilan. Nifas adalah
masa pembersihan rahim, ketika jaringan sisa-sisa plasenta dan dinding rahim
dikeluarkan oleh tubuh.
Masyarakat Indonesia mengartikan masa
nifas merupakan periode waktusejak selesai persalinan sampai 40 hari setelah
itu.menurut Bobak et.al (2005) peride
paska partum adalah masa enamminggu sejak bayi sampai orrgan-organ reproduksi
kembali kekeadaan normal sebelum hamil.
Menurut dr. Muhammad Taufik CH, Sp.OG
dari rumah bersalin putra delima, Bumi Serpong Damai, Tangerang, secara umum
keluarnya darah nifas dapat terjadi dalam empat tahap, yaitu:
1.
Lokia rubra (merah), seminggu pertama masa nifas, darah yang
keluar biasanya berupa darah segar merah bersamaan dengan jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan mekonium9kotoran bayi saat
dalam kandungan). Lokia rubra mengandung banyakkuman.
2.
Lokia sanguelenta, satu sampai duaminggu berikutnya, darah
yang keluar berwarna merah dan berlendir.
3.
Lokia serosa, duaminggu beikutnya. Cairan yang keluar
berwarna kekuningan. Kandungannya berupa jaringan serosa atau sisa-sisa pengruh
hormondan lainnya.
4.
Lokia alba, yaitu cairan yang keluar berwarna putih bisa dan
bening.ininormal dan tandanya sudah memasuki
tahap pemulihan.
Keempat tahap tersebut memakan waktu
berkisar 6 minggu. Kecuali bila terjadi infeksi[4].
Dengan keluarnya janin dan plasenta, maka
rahim yang sebelumnya membesar karena hamil akan mengalami pemulihan agar dapat
kembali ke fungsinya dan bentuk semula seperti sebelum hamil. Proses pemulihan
rahim ini dinamakan involusi. Saat proses pemulihan, tempat plasenta pada permukaan
dinding endometrim rahim mengalami pelarutan dan pelepasan (autolisis). Adanya
pelarutan danpelepasan dinding endometrium yang sudah tidak terpakai, dimana
ini harus dikeluarkan dai rahi akan disertai keluarnya cairan dan darah dari
vagina.darah inilah yang disebt dengan lokia atau darah nifas.
Namun proses persalinan sekarang memungkinkan
tanpa adanya darah nifas yang menyertainya. Persalinan tersebut yaitu
persalinan melalui operasi caesar. Cara kerja operasi tersebut yaitu dengan
alat yang berfungsi untuk mengeluarkan
janjin dari rahimmelalui pembedahan didalam. Kemudian di dalam rahim itu
dibersihkan ole dokterspesialis bedah dari semua radang, selaput janin dan yang
lain-lainnya. Selain itu efek dari operasi ini dinetralisir dengan menyuntikkan
sejumlah obat dalam urat atau disekitar otot-otot rahim. Dengan terapi ini
darah akan tercegah dan tidak banyakyang keluar karenaorgan reproduksi menjadi
kering. Terkadang dalam beberapa kondisi, pembedahan rahim ditempuh setelah melahirkan. hal ini
bertujuan untuk mencegah kehamilan dalam waktu temporal.
II. PENUTUP
Maha suci Alloh dengan segala kuasa dan
kesempurnaanya yang telah menciptakan wanita dengan dengan segala keunikan dan
keistimewaannya yaitu dengan mengatur segala sistem kerja yang begitu sempurna
dalam organ reproduksi wanita. Dengan segala kesempurnaanya Alloh memberi masa
pemulihan bagi wanita setelah melahirkan yaitu dengan keluarnya darah pasca
melahirkan hingga 40 sampai dengan 60
hari kedepan. Nah, setelah dari beberapa
penjabaran diatas dalammakalah ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa darah
yang keluar saat melahirkan adalah darah nifas baik itu ditinjau dari segi
medis maupun syar’i tiada perbedaan
diantara keduanya. Wallohu A’lam bish
showab
Referensi:
- Wahbatu Az-Zuhailli. 2007 M. Al-Fiqhul Islam wa Adillatuh. Cet. Ke-10. Damaskus. Dar al-Fikr
- http://muslimah.or.id/fikih/hukum-seputar-darah-wanita-darah-nifas.html
- Ainun Millah. 2013 M. Darah Kebiasaan Wanita. Cet I. Solo. PT Aqwam Media Profetika
- Muhammad bin ‘abdurrahman ad-dimasyqi. Cet 14. Bandung. Hasyimi
- Sayyid sabiq. 2012. Fiqih sunnah. Cet 3 Jakarta. Cakrawala
- DR. Muhammad Utsman Al- Khasyt. 2012. Fiqih Wanita Empat Madzhab. Cet 1. Khazanah Intelektual
[1]
Mughnil Muhtaj I hlm. 119;al-
Bada’I I hlm. 352
[2]
Seperti seorang wanita yang menjalani persalinan yang pernah terjadi dimasa Rasulullah
shalallohu ‘alaihi wassalam dimana wanita tersebut tidak mengeluarkan darah.
sehingga karenanya, dia lalu dijuluki dengan “ dzatul jufuuf”.
[3]
Al-muhallah II hlm.203.Ibnu hazm
[4]
Muwahhidah Syarifah. Risalah Ilmiyah. Hukum Darah Nifas Menurut Madzhab
Hambali. p.27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar