Selasa, 27 Agustus 2013

SIHIR DAN PERDUKUNAN


Fenomena sihir dan perdukunan  bukanlah  merupakan hal yang baru maupun asing karena ia telah di kenal dari zaman jahiliyah dan terus berkembang pesat sampai abad-20 yang katanya sich,,”zaman  modern”, tapi tetap saja dizaman modern ini masih banyak kita dapati orang yang memegang teguh kepercayaan kuno alias jahiliyah yang sering mengarah kepada kesyirikan baik itu dilakukan secara sadar mapun tanpa sadar. Padahal jika kita mau merenung sejenak untuk memikirkan secara nalar maka apa yang mereka lakukan bukan lah perilaku yang dapat di terima secara logika, tapi kenapa kebiasan dan kepercayaan seperti ini tetap saja terus dan terus berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi yang makin canggih?!!...  setelah di telusuri lebih dalam lagi  para pelaku kesyirikan terkhusus perdukunan ini sering bersembunyi dengan kedok  islami.
            Akhir-akhir ini banyak sekali dukun-dukun yang mengaku dirinya sebagai tabibatau ustad yang bisa mengobati orang sakit dan juga tukang ramal  yang mengaku sebagai orang yang di anugrahi Alloh SWT indra ke-6 yang yang dapat mengetahui kejadian yang telah terjadi maupun yang akan terjadi, mereka juga dapat mengetahui barang yang hilang serta pencuri barang tesebut, padahal itu semua mereka lakukan dengan jalan sihir dan bantuan jin.  Mereka semua banyak menyebar di berbagai negeri dan daerah tak terkecuali daerah aceh yang merupakan daerah penegak syari’at islam, tapi tetap saja masih banyak di sana kita dapati tempat praktik kesyirikan yang menjamur dengan suburnya dan itu semua berkedok dengan nama dan motif islami. Banyak orang awam yang tidak mengerti menjadi korban mereka. Na’udzulah mindzalik
Sihir, perdukunan dan peramalan  merupakan amalan kesyirikan yang membawa pelakunya kepada kekafiran, sebagaimana firman Alloh SWT,” Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir  kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan:"Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir'. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarkan ayat (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di Akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui." (Al-Baqarah:102)
 Begitupula bagi orang yang medatangi dan membenarkan perkataan mereka. Seperti yang dijelaskan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam berbagai hadits,                              .                  

"Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab 'Shahih Muslim', bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
,”Barangsiapa mendatangi 'arraaf' (tukang ramal) maka baginya tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari” .                                            .                                              


"Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi kahin (dukun) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu'alaih wasallam.(HR. Abu Daud).


"Dikeluarkan oleh empat Ahlus Sunan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari Nabi  Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan lafazh: 'Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
                                     "


"Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu, ia berkata: 'Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda,burung dan lain-lain),yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam."(HR. Al-Bazzaar,dengan sanad jayyid).
Hadits-hadits di atas menunjukkan larangan mendatangi peramal, dukun dan sejenisnya, larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang ghaib, larangan mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, dan ancaman bagi mereka yang melakukannya. Oleh karena itu tidak dibenarkan bagi seorang muslim maupun muslimah mendatangi para dukun atau peramal yang mendakwahkan dirinya mengetahui hal-hal ghaib untuk  berobat, meminta pertolongan atau perlindungan, meramal nasib, jodoh dan mencari barangnya yang hilang apalagi mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan. karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang umatnya mendatangi para peramal, dukun dan tukang tenung dan melarang bertanya serta membenarkan apa yang mereka katakan. Karena hal itu mengandung kemungkaran dan bahaya besar, juga berakibat negatif yang sangat besar pula. Sebab dukun dan tukang ramal itu adalah orang-orang yang melakukan dusta dan dosa.
Hadits-hadits Rasulullah di atas membuktikan tentang kekufuran para dukun dan peramal karena mereka mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, dan mereka tidak akan sampai pada maksud yang diinginkan melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat, dan menyembah jin-jin. Padahal ini merupakan perbuatan kufur dan syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Orang yang membenarkan mereka atas pengakuannya mengetahui hal-hal yang ghaib dan mereka meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka. Dan setiap orang yang menerima perkara ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlepas diri dari mereka. Nah agar kita terlindung dan terbentengi dari sihirada baiknya kita membaca do’a-do’a penangkal sihir yang di anjurkan oleh Rosululloh Shalallohu’alaihi salam.
DO’A-DO’A PENANGKAL SIHIR
Ø  Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat lima waktu, ketika hedak tidur dan ketika pagi dan sore hari. Karena ayat Kursi termasuk ayat yang paling besar nilainya di dalam Al-Qur'an. Rasulullah 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam salah satu hadits shahih 
               
"Barangsiapa membaca ayat Kursi pada malam hari, Allah senantiasa menjaganya dan syetan tidak mendekatinya sampai Shubuh.
Ayat Kursi terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat  255 yang bunyinya :
"Allah tidak ada Tuhan selain Dia, Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhlukNya), tidak mengantuk dan tidak tidur, kepunyaanNya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izinNya? Allah mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha
Besar."
Ø  Membaca surat Al-Ikhlas, surat Al-Falaq, dan surat An-Naas pada setiap selesai shalat lima waktu, dan membaca ketiga surat tersebut sebanyak tiga kali pada pagi hari sesudah shalat Shubuh, dan menjelang malam sesudah shalat Maghrib, sesuai dengan hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i.
 
Ø  Membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah yaitu ayat 285-286 pada permulaan malam, sebagaimana sabda Rasulullah :

"Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka cukuplah baginya
Ø  Banyak berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna.
Hendaklah dibaca pada malam hari dan siang hari ketika berada di suatu tempat, ketika masuk ke dalam suatu bangunan, ketika berada di tengah  padang pasir, di udara atau di laut
. Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

"Barangsiapa singgah di suatu tempat dan dia mengucapkan: 'A'uudzu bi kalimaatillahi attaammaati min syarri maa khalaq' (aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk ciptaanNya), maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya sampai ia pergi dari tempat itu."
 
Ø  Membaca do'a di bawah ini masing-masing tiga kali pada pagi hari dan menjelang malam.


"Dengan nama Allah, yang bersama namaNya, tidak ada sesuatu pun yang membahayakan, baik di bumi maupun di langit dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi).
Bacaan-bacaan dzikir dan ta'awwudz ini merupakan sebab-sebab yang besar untuk memperoleh keselamatan dan untuk menjauhkan diri dari kejahatan sihir atau kejahatan lainnya. Yaitu bagi mereka yang selalu mengamalkannya secara benar disertai keyakinan yang penuh kepada Allah, bertumpu dan pasrah kepadaNya dengan lapang dada dan hati yang khusyu'
 Alhamdulilah, setelah kita mengetahhui dan mempratikkan do’a-do’a penamgkal sihir ada baiknya kita mengetahuiterapi dan do’a pelumpuh sihir yang mana jika sihir itu telanjur diderita. ( Na’udzubillahi min dzalik).
TERAPI DAN DO’A RUQYAH PELUMPUH SIHIR
Ø  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam me-ruqyah (mengobati dengan membaca ayat-ayat Al-Qur'an atau do'a-do'a) sahabat-sahabatnya dengan bacaan :

Artinya: "Ya Allah, Tuhan segenap manusia….! Hilangkanlah sakit dan sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh, tidak ada penyembuhan melainkan penyembuhan dariMu, penyembuhan yang tidak meninggalkan penyakit." (HR. Al-Bukhari).
 
Ø  Do'a yang dibaca Jibril , ketika meruqyah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari segala yang menyakitkanmu, dan dari kejahatan  setiap diri atau dari pandangan mata yang penuh kedengkian, semoga Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu." Bacaan ini hendaknya diulang tiga kali.
Ø  Pengobatan sihir cara lainnya, terutama bagi laki-laki yang tidak dapat berjimak dengan istrinya karena terkena sihir. Yaitu, ambillah tujuh lembar daun bidara yang masih hijau, ditumbuk atau digerus dengan batu atau alat tumbuk lainnya, sesudah itu dimasukkan ke dalam bejana secukupnya untuk mandi; bacakan ayat Kursi pada bejana tersebut; bacakan pula surat Al-Kafirun, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas, dan ayat-ayat sihir dalam surat Al-A'raf ayat 117-119, surat Yunus ayat 79-82 dan surat Thaha ayat 65-69.
Surat Al-A'raf ayat 117-119 yang bunyinya,"Dan Kami wahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu, nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka orang-orang yang hina.
"Surat Yunus ayat 79-82, "Fir'aun berkata (kepada pemuka kaumnya): 'Datangkanlah kepadaku semua ahli sihir yang pandai'. Maka tatkala ahli-ahli sihir itu datang, Musa berkata kepada mereka: 'Lemparkanlah apa yang hendak kamu lemparkan'. Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: 'Apa yang kamu lakukan itu, itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenaran mereka. Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsung pekerjaan orang-orang yang membuat kerusakan. Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapanNya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya)."

             “Surat Thaha ayat 65-69 yang bunyinya, "Mereka bertanya,'Hai Musa (pilihlah), apakah kamu yang melemparkan (dahulu) atau kamilah yang mula-mula melemparkan?' Musa menjawab,'Silahkan kamu sekalian melemparkan'. Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami berfirman: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat, sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia datang."
Setelah selesai membaca ayat-ayat tersebut di atas hendaklah diminum sedikit airnya dan sisanya dipakai untuk mandi. Dengan cara ini mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala menghilangkan penyakit yang sedang dideritanya.
Ø    Cara pengobatan lainnya, sebagai cara yang paling bermanfaat ialah berupaya mengerahkan tenaga dan daya untuk mengetahui di mana tempat sihir terjadi, di atas gunung atau di tempat manapun ia berada, dan bila sudah diketahui tempatnya, diambil dan dimusnahkan sehingga lenyaplah sihir tersebut.
Baiklah setelah kita ketahui berbagai bahaya dan dosa yang terdapat dalam sihir dan perdukunan baik itu untuk pelaku dan konsumennya maka dengan itu kita selalu memohon perlindungan kepada Alloh SWT dan di jauhkan dari segala bentuk sihir dan perdukunan dan memohon kepada Allah kesejahteraan dan keselamatan dari kejahatan sihir dan semua jenis praktek perdukunan serta tukang sihir dan tukang ramal. Kita memohon pula kepadaNya agar kaum muslimin terpelihara dari kejahatan mereka. Allohu Musta’an


mama,, aq merindukannmu,,, bagai huruf hijaiyyah yang merindukan harokat...
terlalu sepi hari-hari ini q lalui...
terlalu banyak sekat di antara Qta...
mama, aq slalu menyayangimu...
ingin rasanya aQ berlari ,,,berjumpa dengan mu meredam rasa rindu yang berkecamuk dihati...
mama, maafkan diri yang belum bisa menemuimu...
mama maaf...

dalam sebuah perjalanan kehidupan ini,,, yang lalu biarlah berlalu...
mungkin kita TIDAK BISA mengulang masa lalu tapi kita DAPAT menentukan akhir dari perjalanan ini...
ayooO... mulai harimu dengan ikhtiyar terbaikmu ,,,,,

Biografi Ibnu Al-‘Arobi


    I.        PENDAHULUAN

Dengan berjalannya waktu islam muncul menerangi zaman kejahiliyyahan yang menenggelamkan manusia dalam kesesatan yang nyata, manusia terbuai dengan kenikmatan dunia yang fana melupakan akhirat yang kekal, melupakan pencipta yang haq serta menduakannya dengan berhala-berhala yang hina. Islam muncul menerangi dan menuntun hati manusia menuju kebenaran menggapai ridho ilahi.
Islam terus berkembang pesat menyebar keseluruh semenanjung arab dan daerah sekitarnya, beriring dengan itu pula islam melahirkan ulama’ – ulama’ yang cerdas dalam berbagai disiplin ilmu baik ilmu peradapan islam itu sendiri maupun disiplin ilmu dalam bidang pertanian, geografi , matematika, dan kedokteran.
Salah satu ulama’ cerdas yang dikenal keahliannya dalam bidang hadits dan tafsir adalah Ibnu al-‘Arobi berasal dari Andalusia, sebuah kota yang melahirkan banyak ulama, cendekiawan, dan sastrawan.

 II.        PEMBAHASAN

A.    Biografi Ibnu Al-‘Arobi

 Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad Abdullah bin Ahmad bin al-‘Arabi al-Isbili al-Maliki, tapi beliau lebih dikenal sebagai Abu Bakar. Ayahnya adalah seorang ulama fiqh yang terkenal dan begitu pula paman dari ibunya, Abu al-Qasim al-Hasan bin Abi Hafs juga seorang ulama’.
 Ibnu al-Arabi memiliki kesamaan gelar dengan Ibnu Arabi yaitu” al–Sufi”, namun begitu mereka berdua dapat dibedakan dengan alif dan lam. Ibnu al-Arabi mempunyai alif dan lam yang dikenali sebagai ahli tafsir sedangkan Ibnu Arabi tanpa alif dan lam dikenal sebagai ahli sufi.
Ibnu al-Arabi lahir di Sevilla (Isybilia) hari kamis 22 Sya’ban 468 Hijriah dan besar di Andalusia ditengah keluarga yang yang memiliki kedudukan tinggi dalam ilmu pengetahuan dan dibesarkan dalam suasana keilmuan, oleh karena itu, tidaklah heran kalau beliau mempunyai keperibadian yang mulia serta pengetahuan yang tinggi sehingga menjadi salah seorang ulama besar di zamannya. Beliau merupakan seorang yang senang dengan ilmu, beliau belajar ke  Mesir, Yerusalem, Damaskus, dan Baghdad, dan Kudus. Diantara bidang ilmu yang beliau tekuni antara lain; ilmu fiqh, usul fiqh, tafsir, qiro’ah sab’ah, hadits, bahasa Arab dan sebagainya dan beliau bermazhab Maliki.

B.    Guru- Guru Beliau

Beliau belajar kepada banyak guru di antara guru-guru beliau adalah
1.      Abu Bakar Turtus
2.      Abu Abdullah Alkala’i
3.       Abu al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Thabit alhadadi Khawlani seorang qori’
4.       Abu Abdullah Muhammad bin Ali al mazari Tamimi
5.       Abu al-Hasan ibn Sharif
6.       Abu al-Hasan bin Dawud dari Persia
7.      Abul Fateh Nasr bin Ibrahim al-Maqdisi
8.       Al-Hafidz Abu Muhammad hayatulloh bin Ahmed Alkafani Anshari dari Damaskus
9.      dan Abou El Fadl Ahmed bin Ali bin Efrat
10.   Abu Hussein Mubarak bin Abdul-Jabbar Serafi dikenal sebagai Ibnu Taiora
11.  Abu Hassan Ali bin Hussein bin Ali bin Ayyub Bazzaz
12.  Abu Bakar Muhammad bin Ahmed bin Al-Hussein Bin Omar Shaashi Shafei
13.   Abu Hamid al-Ghazali dan banyak lainnya.

C.     Murid- Murid Beliau

a)       Hakim Ayyad bin Musa
b)      Muhammad bin Ayyad
c)      Imam Zahid Abid Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Mujahid Al-Isbiliy
d)      Abu al-Qasim Abdul Rahman bin Mohammed bin Hubaish
e)      Abu al-Hasan Ali bin Atiq Qurtubi
f)       Abu Muhammad Abdul Haq bin Abdul Rahman al-Azdi Kharrat
g)      Abu Muhasan Yusuf bin Abdullah bin Ayyad dan masih banyak lagi yang lainnya.

D.    Kara-Karya beliau:

  1. ‘Aridhotul Ahwadzi fie Syarh ath-thirmidzi
  2. Ahkamul Qur’an
  3. Al-qobas fie syarh mautho’ ibnu anas
  4. An-naskh wal mansukh
  5. Al- inshofu fil masaail khilaf, 20 jilid
  6. A’yanil I’yaan
  7. Al-mahshuul, fie ushulil fiqhi
  8. Kitaabul mutakalim
  9. Qonuunun ta’wiil
  10. Mulja’atun mutafaqhina ila ma’rufah ghowamid an-nahwiyin.

E.      Pengenalan Kitab Ahkam Al-Quran

Kitab Ahkam al-Quran ini merupakan salah satu kitab yang dikarang oleh Ibnu al-Arabi, kitab ini merupakan kitab tafsir ayat-ayat hukum yang dijadikan rujukan dalam mazhab Maliki . Dalam kitab tersebut membahaskan penafsiran dengan mengupas semua surah-surah yang terdapat dalam al-Quran akan tetapi hanya menerangkan secara terperinci ayat-ayat hukum saja.
Kaedah yang digunakan adalah dengan menyebut nama surah, kemudian menyebutkan jumlah ayat yang mengandungi ayat hukum dan seterusnya menerangkannya satu persatu, sebagai contoh: dalam penafsiran surah al-Fatihah ayat pertama terdapat dua masalah hukum, pertama yaitu firman Allah Bismillah… kemudian menyebutkan pendapat ulama dan dalil-dalil mereka kedua: menerangkan hadis-hadis nabi yang berkaitan dengan Bismillah. Ayat kedua ada 5 masalah hukum dan seterusnya sampai selesai tafsiran semua ayat-ayat dalam suatu surah .

Metode Ibnu Al-Arabi Dalam Kitabnya “Ahkam Al-Quran”

1.      Metode Penggunaan Atau Pengaruh Mazhab
Pengaruh mazhab dalam proses penafsiran ayat-ayat hukum merupakan salah satu perkara yang perlu diperhatikan karena itu melibatkan permasalahan hukum dan perbedaan pendapat antara empat mazhab yang masyhur. Tulisan ini akan menjelaskan mazhab yang digunakan oleh Ibnu al-Arabi ketika menyusun penafsiran tentang ayat-ayat hukum dan sejauh manakah pengaruh beliau terhadap mazhab Maliki dalam penafsiran ayat-ayat hukum.
Penelitian dan kajian telah dibuat terhadap kitab Ahkam al-Quran dan penulis mendapati bahwa Ibnu al-Arabi telah berpegang teguh dengan mazhab Maliki secara jelas dan terang, ketika menyelesaikan suatu permasalahan hukum. Terdapat beberapa petunjuk yang menunjukkan beliau banyak terpengaruh dan berpegang dengan mazhabnya yang dapat ditemukan dalam kitab tafsirnya, contoh masalah tersebut dapat dilihat dalam kitabnya mengenai hukum membaca Bismillah dalam solat, beliau memilih mazhab Maliki yang mengatakan bacaan Bismillah dalam solat tidak wajib, kemudian memberikan argument yang menguatkan pendapat tersebut . Di samping itu juga, banyak pendapat-pendapat beliau yang mempertahankan dan mendukung mazhabnya secara terang-terang atau secara sindiran baik dalam aspek ilmu, fiqh, dan sebagainya. Beliau juga akan memilih pendapat mazhabnya sekiranya terdapat perselisihan pendapat diantara ulama tentang suatu masalah .
Namun begitu, beliau tidak sampai ke tahap yang melampaui batas atau fanatik yang terlalu tinggi dari kalangan ulama-ulama dan mujtahid-mujtahid mazhab Maliki. terkadang beliau juga menerima pendapat yang bertentangan dengan mazhabnya sekiranya pendapat itu lebih tepat dan sesuai diamalkan serta dikuatkan dengan dalil-dalil dan bukti-bukti yang empiris dari nas al-Quran atau Sunnah, contohnya pembacaan Amiin bagi ma’mum dalam solat yang imamnya tidak terdengar bacaan Amiinnya, dalam masalah ini beliau berbeda dengan pendapat Imam Malik .
Kesimpulannya, tidak ditemukan secara khusus yang memastikan kefanatikanan Ibnu al-Arabi terhadap mazhabnya dalam kitab tafsirnya secara jelas, begitu juga dari segi kecenderungan beliau dalam menerima pendapat mazhab-mazhab yang lain. Apa yang dapat diketaui adalah, Ibnu al-Arabi sangat terpengaruh dengan mazhabnya dalam penafsirannya terhadap ayat-ayat hukum, tetapi ada kalanya beliau menerima pendapat mazhab lain yang dianggap lebih tepat dan sesuai untuk diamalkan.
2.      Pengaruh Dengan Metode Penafsiran Terdahulu
Jika dilihat secara umumnya Ibnu al-Arabi banyak mengunakan kaedah sendiri dalam menafsirkan ayat-ayat hukum yang terdapat didalam al-Quran. Namun begitu, beliau juga tidak terlepas dari merujuk atau mengunakan kaedah ulama-ulama tafsir yang terdahulu dalam menafsirkan ayat-ayat hukum. Di antara rujukan-rujukan dan metode-metode yang telah digunakan oleh Ibnu al-Arabi adalah seperti berikut :
a)              Metode Tafsir Imam Al-Tobari
Imam al-Tobari merupakan ulama tafsir yang terkenal, beliau dilahirkan sebelum Ibnu al-Arabi dilahirkan. Tidaklah heran kalau Ibnu al-Arabi merujuk dan menggunakan kaedah yang digunakan oleh al-Tobari dalam menafsirkan al-Quran. Sebagai contoh kaedah yang digunakan oleh Imam al-Tobari dalam kitabnya “ Jami’ al- Bayan an Takwil ayi al-Quran”, secara dasarnya Ibnu al-Arabi telah menjadikan tafsir Imam al-Tobari sebagai sumber rujukannya. Adakalanya beliau mengikuti sebagian dari metode yang digunakan oleh Imam al-Tobari atau sebaliknya.
Pada kebiasaannya Ibnu al-Arabi mendukung pendapat Imam al-Tobari yang berpegang dengan al-Quran dan as-Sunnah ketika menerangkan atau menafsirkan suatu ayat hukum . Namun begitu, kadang-kadang mereka berbeda pendapat dari segi cara penyampaian, penggunaan bahasa, pembahagian bab dan penjelasan makna dari suatu perkataan dalam ayat al-Quran. Contohnya, Imam al-Tobari mementingkan penjelasan makna suatu kalimat secara terperinci dan hanya menjelaskan masalah-masalah perselisihan pendapat serta hukum-hukum fiqh secara umum, sedangkan Ibnu al-Arabi mengutamakan penjabaran secara terperinci terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum-hukum fiqh dari menerangkan makna suatu kalimat yang terdapat pada ayat al-Quran.

b)                  Metode Tafsir Imam Al-Jassos
Imam al-Jassos merupakan ulama tafsir yang terkenal dalam mazhab Hanafi dengan kitab tafsirnya yang berjudaul Ahkam al-Quran, nama kitab tafsirnya ini sama dengan kitab Ibnu al-Arabi, walaupun nama kitab mereka sama tetapi tidak semestinya metode yang digunakan juga sama. Dari segi persamaan penggunaan metode, Ibnu al-Arabi dan al-Jassos sama-sama membincangkan tentang ayat-ayat hukum, masalah perselisihan pendapat dan berpegang kepada al-Quran dan as-Sunnah . Adapun dari aspek perbedaan penggunaan metode pula, mereka berbeda dari segi susunan bab, gaya bahasa dan susunan surah, contohnya al-Jassos memulakan tafsirannya dari Bassmalah, kemudian al-Fatihah dan berakhir dengan surah al-Falaq, sedangkan Ibnu al-Arabi memulakan tafsirannya dari Bassmalah dan berakhir dengan surah al-Falaq dan al-Nas sekaligus, al-Jassos dalam menafsirkan suatu ayat beliau selalu menyebutkan periwayatan sanad.

F.     Wafat

Setiap pertemuan ada perpisahan
Setiap kehidupan ada kematian
setiap permulaan ada akhiran
setiap pembukaan ada penutupan
Beliau akhiri perjalanan di dunia yang fana ini di kota Udwah pada tahun 543 Hijriyah ketika beliau berusia 75 tahun. Allhumma yarham.

III.        PENUTUP

Ibnu al-‘Arobi adalah seorang ulama’ ahli tafsir yang terkenal dengan kecerdasannya dan semangatnya mencari ilmu hingga sekarang buku-buku beliau masih digunakan sebagai buku rujukan hukum, meski beliau bermazhad maliki tapi dalam mengambil keputusan beliau tidak cenderung fanatic akan mazhadnya dan dalam metode penafsiran beliau lebih cenderung menggunakan sama dengan metode-metode ulama-ulama tafsir sebelumnya, namun begitu terdapat juga perbedaan metode di antara mereka terutama cara penyususnan kitab dan surah, penerangan dalam ayat hukum serta beberapa masalah yang terdapat perselisihan pendapat dikalangan ulama dalam menghukumi permasalah tersebut. Wallohu a’lam bish shoab.