I. PENDAHULUAN
Bumi yang terus
berputar beriring dengan waktu yang terus berjalan menjauhi zaman para sahabat,
zaman yang penuh berkah dengan hadir seorang khotimul ambiya’ di tengah-tengah
mereka yaitu Nabi Muhammad shalallohu ‘alaihi wassalam yang mengajarkan kalam ilahi membimbing menuju
kepada kebenaran dan meninggalkan kebathilan serta kejahiliyahan, sekarang kita
hidup di akhir zaman yang penuh dengan berbagai subhat-subhat yang terus
bermunculan tiada mengenal bosan maupun lelah yang menjangkiti fikiran manusia.
Salah satunya adalah
didapatinya beberapa
masjid nampak bersandingan dengan kuburan. Ada yang kuburannya terletak di arah
kiblat, di belakang masjid atau di samping masjid atau kuburan tersebut terletak
di dalam masjid untuk diagungkan maupun wasiat dari pemilik tanah yang
mewakafkan tanahnya untuk dibangun masjid baik bertujuan agar si mayit dalam
kubur terus didoakan oleh orang-orang yang berkunjung ke masjid tersebut.
Nah, sekarang timbul dibenak kita bagaimana hukum sholat
di mesjid yang dikelilingi oleh kuburan baik kuburan tersebut terletak di
depan, samping, belakang atau malah terletak di dalam mesjid, padahal adanya
kuburan di masjid bisa menjadi wasilah untuk mengagungkan kuburan atau mayit
dan akan mengarah pada syirik. Oleh karena itu dimakalah ini akan dijabarkan sedikit
seputar hukum-hukum sholat dikuburan atau mesjid yang ada kuburanya.
II. PEMBAHASAN
A. Larangan Shalat di Kuburan
Hukum asal sholat diatas seluruh permukaan bumi adalah
boleh karena seluruh tempat di muka bumi ini bisa dijadikan tempat untuk shalat
dengan bersandar kepada hadits Rosululloh shalallohu ‘alaihi wassalam. Dari
Jabir bin ‘Abdillah bahwasaanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا
وَطَهُورًا ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ
فَلْيُصَلِّ
“Seluruh
bumi dijadikan sebagai tempat shalat dan untuk bersuci. Siapa saja dari umatku
yang mendapati waktu shalat, maka shalatlah di tempat tersebut”
(HR. Bukhari no. 438 dan Muslim no. 521).
Namun ada istisna’ dibeberapa tempat terlarang untuk
shalat misalnya kuburan atau daerah pemakaman tempat pemandian.
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلاَّ
الْمَقْبُرَةَ وَالْحَمَّامَ
“Seluruh
bumi adalah masjid (boleh digunakan untuk shalat) kecuali kuburan dan tempat
pemandian” (HR. Tirmidzi no. 317, Ibnu Majah no. 745, Ad Darimi
no. 1390, dan Ahmad 3: 83. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).
Dari Abu Martsad Al Ghonawi, beliau berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ وَلاَ
تَجْلِسُوا عَلَيْهَا
“Janganlah
shalat menghadap kubur dan janganlah duduk di atasnya”
(HR. Muslim no. 972).
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
اجْعَلُوا مِنْ صَلاَتِكُمْ فِى
بُيُوتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
“Jadikanlah
shalat (sunnah)
kalian di rumah kalian dan jangan menjadikannya seperti kuburan”
(HR. Muslim no. 777). Hadits
ini, kata Ibnu Hajar menunjukkan bahwa kubur bukanlah tempat untuk ibadah. Hal
ini menunjukkan bahwa shalat di pekuburan adalah terlarang (Lihat Fathul Bari,
1: 529).
Diriwayatkan
juga dari Abu Martsad al-Ghanawi RA, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah
saw. bersabda, 'Janganlah kalian shalat menghadap kubur dan jangan pula
duduk di atasnya
Nah, dari penjabaran hadits-hadits diatas dapat difahami
bahwasannya adanya larangan sholat di daerah perkuburan dan dalam permasalahan
ini adanya pengecualian para ulama’ untuk bolehnya sholat jenazah di perkuburan
karena rosululloh pernah mensholatkan seorang nenek penjaga mesjid di zaman
rosululloh yang telah dikuburkan tapi ketika nenek tersebut meninggal
Rosululloh tidak diberi tahu hingga selesai pemakamannya beliau baru
mengetahuinya.
B. Larangan Bersatunya Kuburan dan Masjid
Tidak jarang lagi kita dapati sebuah mesjid besar yang
dikelilingi oleh kuburan baik kuburan tersebut terletak di depan, samping
maupun belakang mesjid hingga kita bingung menbedakan ini kuburan apa mesjid?,
di bilang mesjid banyak kuburannya dibilang kuburan ada mesjidnya dan banyak
pula orang sholat didalamnya, padahal Roslullah telah melarang menjadikan
kuburan sebagai mesjid begitu pula sebaliknya.
Dari
Jundab, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ
أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ
مَسَاجِدَ إِنِّى أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Ingatlah
bahwa orang sebelum kalian, mereka telah menjadikan kubur nabi dan orang sholeh
mereka sebagai masjid. Ingatlah, janganlah kalian jadikan kubur menjadi masjid.
Sungguh aku benar-benar melarang dari yang demikian”
(HR. Muslim no. 532).
Juga merupakan perbuatan tasyabbuh. Ummu Salamah pernah
menceritakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai
gereja yang ia lihat di negeri Habaysah yang disebut Mariyah. Ia menceritakan
pada beliau apa yang ia lihat yang di dalamnya terdapat gambar-gambar. Lantas
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ
الْعَبْدُ الصَّالِحُ – أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ – بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ
مَسْجِدًا ، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ
عِنْدَ اللَّهِ
“Mereka adalah kaum yang jika hamba
atau orang sholeh mati di tengah-tengah mereka, maka mereka membangun masjid di
atas kuburnya. Lantas mereka membuat gambar-gambar (orang sholeh) tersebut.
Mereka inilah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah”
(HR. Bukhari no. 434).
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى ، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسْجِدًا
“Allah
melaknat orang Yahudi dan Nashrani di mana mereka menjadikan kubur para nabi
mereka sebagai masjid” (HR. Bukhari no. 1330 dan Muslim no. 529).
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah
berkata,
“Tidak boleh membangun masjid di atas kubur karena seperti itu adalah wasilah
(perantara) menuju kepada kesyirikan dan dapat mengantarkan pada ibadah kepada
penghuni kubur. Dan tidak boleh pula kuburan dijadikan tujuan untuk shalat.
Perbuatan ini termasuk dalam menjadikan kuburan sebagai masjid. Alasan menjadikan kubur sebagai masjid karena
ada dalam shalat di sisi kubur. Jika seseorang pergi ke pekuburan lalu ia shalat di
sisi kubur wali –menurut sangkaannya-, maka ini termasuk menjadikan kubur
sebagai masjid. Perbuatan semacam ini terlaknat sebagaimana laknat yang
ditimpakan pada Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kubur nabi mereka sebagai
masjid” (Al Qoulul Mufid, 1: 404).
Jelas dapat difahami dari dalil-dalil diatas bahwa tidak
bolehnya bersatunya tempat antara mesjid dan perkuburan. Para ulama menerangkan
bahwa jika masjid yang dahulu dibangun, setelah itu masuklah kubur, maka kubur
yang mesti dimusnahkan atau dipindahkan dan jikalau kuburan lebih dahulu,
barulah setelah itu dibangun masjid, maka masjid tersebut yang mesti
dimusnahkan. Inilah jalan untuk menutup pintu dari kesyirikan dan menghidar
dari laknat Alloh yang pernah ditimpakan kepada orang yahudi dan nashrani.
C. Bolehkah Shalat di Masjid yang Ada Kuburannya?
Dari
Abu Martsad al-Ghanawi r.a, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shalallohum’alaihi
Wassalam bersabda, “Janganlah kalian shalat menghadap kubur dan jangan pula
duduk di atasnya. {Hr. Muslim}
Diriwayatkan
juga dari 'Abdullah bin 'Abbas r.a. bahwasanya Rasulullah Shalallohum’alaihi
Wassalam bersabda, "Janganlah kalian shalat menghadap kubur dan jangan
pula shalat di atasnya,"(Shahih, HR ath-Thabrani dalam
al-Kabiir [12051]).
Diriwayatkan
dari Anas bin Malik r.a, "Bahwa Rasulullah saw. melarang shalat dengan
menghadap kuburan," (Shahih, HR . Ibnu Hibban [2323] dan al-Bazzar
[(441-443])
Hadits-hadits
di atas menunjukkan haramnya shalat menghadap kubur. Al-Munawi berkata dalam
kitab Faidhul Qadiir [Vl/390], "Yakni shalat dengan menghadap kepadanya,
karena merupakan pengagungan berlebihan terhadap kubur dan dapat dikategorikan
sebagai sesuatu yang disembah. Dalam hadits tersebut bergabung antara larangan
memberi hak pengagungan kepada kubur dan larangan pengagungan berlebihan
terhadap kubur." Beliau juga berkata (VI/407), "Perbuatan seperti itu
makruh. Jika ia bermaksud mencari berkah dengan mengerjakan shalat di tempat
itu, maka ia telah melakukan bid'ah dalam agama yang tidak Allah izinkan.
Makruh yang dimaksud di sini adalah makruh tanzih."
An-Nawawi berkata, "Demikianlah yang
dikatakan oleh rekan-rekan kami. Jika mereka menghukuminya haram berdasarkan
zhahir hadits, niscaya tidaklah terlalu jauh dari kebenaran. Dari hadits ini
dapat dipetik hukum larangan shalat di pekuburan dan hukumnya adalah
haram."
Pengharaman
tersebut berlaku apabila tujuan menghadap kubur bukan untuk mengagungkannya,
oleh sebab itu shalatnya dianggap sah, namun pelakunya berhak mendapat dosa.
Dalilnya adalah sebuah riwayat dari jalur Tsabit al-Bunaani, dari Anas r.a, ia
berkata, "Suatu ketika aku shalat di dekat kubur, lalu 'Umar bin
al-Khaththab r.a. melihatku, ia berseru, 'Awas ada kubur, awas ada kubur!' Aku
mengangkat pandanganku ke langit, aku mengira ia berkata, 'Awas ada bulan!'
'Umar berkata, 'Aku bilang, awas ada kubur! Janganlah shalat menghadapnya
Syaikh ‘Abdurrahman Alu Syaikh dalam kitab krangannya
Fathul Majid berkata, “Jika seseorang beribadah pada orang sholeh (yang ada
dalam kubur, pent), maka perbuatan tersebut adalah syirik akbar. Sedangkan
beribadah kepada Allah di sisi kubur orang sholeh adalah wasilah (perantara)
untuk beribadah padanya dan ini adalah termasuk perantara kepada syirik yang
diharamkan. Beribadah di sisi kuburan orang sholeh dapat mengantarkan
kepada syirik akbar. Dan itu adalah
sebesar-besarnya dosa” (Fathul Majid, hal. 243).
Penjelasan hadits-hadits di atas menunjukkan larangan
shalat di masjid yang ada kubur. Apalagi bertambah jelas dengan penjelasan
Syaikh ‘Abdurrahman Alu Syaikh -rahimahumallah- mengenai. Syaikh Muhammad bin
Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan bahwa yang dimaksud menjadikan
kubur sebagai masjid ada dua makna:
1. Membangun masjid di atas kubur.
2. Menjadikan kubur
sebagai tempat untuk shalat, di mana kuburan menjadi maksud (tujuan) ibadah.
Namun jika seseorang shalat di sisi kubur dan tidak menjadikan kubur sebagai tujuanya
maka ini tetap bermakna menjadikan kubur sebagai masjid
dengan makna umum. (Al Qoulul Mufid, 1: 411)
Kami pernah mengajukan pertanyaan pada Syaikh Sholeh Al
Fauzan hafizhohullah mengenai
kasus suatu masjid, yaitu masjid tersebut terdapat satu kuburan di arah kiblat
namun di balik tembok, di mana kuburan tersebut masih masuk halaman masjid, bagaimana
hukum shalat di masjid semacam itu? Jawaban beliau hafizhohullah,
“Jika kuburan tersebut masih bersambung dengan masjid (artinya: masih masuk
halaman masjid), maka tidak boleh shalat di masjid tersebut. Namun jika
kuburan tersebut terpisah yaitu dipisah dengan jalan misalnya dan tidak
menunjukkan bersambung dengan masjid dengan kata lain bukan satu halaman dengan
masjid, maka boleh shalat di masjid semacam itu”. (Durus Syaikh Sholeh Al
Fauzan, Al Muntaqo).
Al Lajnah Ad Daimah, komisi fatwa di Saudi Arabia
menjelaskan,
إذا كان المسجد مبنيًا على القبر فلا
تجوز الصلاة فيه وكذلك إذا دفن في المسجد أحد بعد بنائه ، ويجب نقل المقبور فيه
إلى المقابر العامة إذا أمكن ذلك ؛ لعموم الأحاديث الدالة على تحريم الصلاة في
المساجد التي فيها قبور .
“Jika
masjid dibangun di atas kubur, maka tidak boleh shalat di masjid seperti itu.
Begitu pula jika di dalam masjid dikuburkan seseorang setelah masjid dibangun,
maka tidak boleh shalat di masjid semacam itu. Wajib memindahkan mayit yang
dikuburkan didalam mesjid ke pemakaman umum karena hal ini ditunjukkan oleh hadits
yang mengharamkan shalat di masjid yang ada kuburannya.” (Fatwa Al Lajnah Ad
Daimah no. 4335)
D. Bagaimana dengan Masjid Nabawi?
Nah, setelah kita
mengetahui kedudukan hukum adanya larangan tidak bolehnya sholat di kuburan
atau menjadikan kuburan sebagai mesjid maupun sebaliknya, maka muncul di benak
kita sebuah pertanyaan bagaimana dengan masjid nabawi?
Sebagian orang menyampaikan syubhat mengenai masjid
Nabawi. Jikalau memang shalat di masjid yang ada kuburannya terlarang, lantas
bagaimana dengan keadaan masjid Nabawi itu sendiri? Bukankah di dalamnya ada
kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah mengatakan bahwa syubhat ini adalah talbis, yaitu ingin menyamarkan manusia. (Durus Syaikh Sholeh Al Fauzan, Al Muntaqo).
Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah mengatakan bahwa syubhat ini adalah talbis, yaitu ingin menyamarkan manusia. (Durus Syaikh Sholeh Al Fauzan, Al Muntaqo).
Subhat-syubhat di atas dapat dijawab dengan penjelasan
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin berikut ini :
1. Masjid Nabawi tidaklah dibangun di atas kubur. Bahkan
yang benar, masjid Nabawi dibangun di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
hidup.
2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah di kubur di
masjid sehingga bisa disebut dengan orang sholeh yang di kubur di masjid. Yang
benar, beliau dikubur di rumah beliau.
3. Pelebaran masjid Nabawi hingga sampai pada rumah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan rumah ‘Aisyah bukanlah hal yang
disepakati oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Perluasan itu terjadi ketika
sebagian besar sahabat telah meninggal dunia dan hanya tersisa sebagian kecil
dari mereka. Perluasan tersebut terjadi sekitar tahun 94 H, di mana hal itu
tidak disetujui dan disepakati oleh para sahabat. Bahkan ada sebagian mereka
yang mengingkari perluasan tersebut, di antaranya adalah seorang tabi’in, yaitu
Sa’id bin Al Musayyib. Beliau sangat tidak ridho dengan hal itu.
4. Kubur Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidaklah di masjid, walaupun sampai dilebarkan. Karena
kubur beliau di ruangan tersendiri, terpisah jelas dari masjid. Masjid Nabawi
tidaklah dibangun dengan kubur beliau. Oleh karena itu, kubur beliau dijaga dan
ditutupi dengan tiga dinding. Dinding tersebut akan memalingkan orang yang
shalat di sana menjauh dari kiblat karena bentuknya segitiga dan tiang yang
satu berada di sebelah utara (arah berlawanan dari kiblat). Hal ini membuat
seseorang yang shalat di sana akan bergeser dari arah kiblat. (Al Qoulul Mufid,
1: 398-399)
III. PENUTUP
Alhamdulillah sampailah kita diakhir makalah, dari semua
penjelasan yang tercantum di makalah ini dapat kita simpulkan bahwasannya tidak
bolehnya bagi kita untuk sholat di mesjid yang di dalamnya atau sekelilingnya
terdapat kuburan baik ia satu kuburan maupun lebih hingga adanya pembatas yang
memisahkan antara kuburan dan mesjid itu baik ia berupa tembok, jalan ataupun
kebun karena ditakutkan akan terjerumusnya kita dalam kesyirikan. Meskipun ada
pendapat yang menganggap tetap sah sholatnya orang yang melakukan sholat disisi
kuburan dengan syarat tiada bentuk pengagungan dihatinya untuk mengangungkan
kuburan tersebut namun begitu pelakunya juga berhak mendapat dosa. Wallahu
A’lam, semoga kita terjaga dari jatuhnya amalan kita menuju kepada kesyirikan, yamuqollibal qulub tsabit qolbi ‘ala diinika ya
mushorrifal Qulub shorif qolbi ‘ala tho’atika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar